Sabtu, 25 Mei 2013

Yadunandana



          hari ini adalah hari pernikahanku bersama kahar Laksmi Lazuardi. Puteri termuda yang kaya raya tinggal di tengah sungai gerong . dia adalah puteri semata wayang datuk kharil Agung Perdana. Siapa yang tidak kenal beliau bersama keluarga besarnya, mereka adalah keluarga yang ber-muka. Terpadang dan semua orang segan padanya. Untuk memahami sebuah nama, datuk kharil sangat tahu asal usul seseorang berdasarkan kasta. Sebenarnya aku tidak akan membicarakan masalah kasta, pasti akan terjadi pro kontra dan aku yang akan kena  imbasnya.
Bali merupakan kota yang memiliki banyak tradisi dan budaya. Dalam pandangan mataku, nama juga merupakan sebuah tradisi yang memiliki banyak arti. Bukan hanya sebatas doa, tapi sebuah nama juga menjadi tolak ukur tinggi rendahnya seseorang dimata masyarakat.
            Matahari telah keluar dari porosnya. Menampakan dirinya yang mencolok keindahan. Tapi lain kali itu, langit membias, matahari berlari seakan terkutuk tidak akan menghangati bumi lagi. Seketika datang pun berusaha  membakar perlahan kebahagiaan kedua insan yang tengah berbahagia itu. Begitu akad nikah dimulai, penghulu berusaha meyakinkan bahwa pernikahannya telah syah. Syah? Syah? Tak ada juga serentas suara yang menjawab. Kahar mengalihkan pandangan menatap bapaknya. Mencari sesuatu dan seakan meminta kepastian apakah pernikahannya tetap berlangsung, ataukah harus berakhir hari ini..
            “ tidak syah.. “ suara yang nyaris lembut itu menggetarkan tak percaya. Laksmi? Orang-orang menatapnya heran, termasuk yadunandana. Dia benar-benar kecewa, entah apa alasannya laksmi dengan serentak mebatalkan cincin yang tengah masuki jari manisnya yadunandana? yang pasti suasana itu benar-benar meninggalkan jejak kepedihan yang teramat besar. Bukan hanya luka, tapi rasa malu yang terpampang di wajahnya. Tanpa basa-basi , wanita yang terlihat polos itu mendesah pergi. Begitu juga dengan ribuan tamu terhormat itu meningalkan ruangan dengan penuh rasa kekecewaan. Entah kecewa karena merasa kedatangannya begitu cepat, atau kecewa dengan pentas luka yang tengah di saksikannya. Yadunandana tetap duduk termangu tidak mengerti. Dihadapannya yang tengah berdiri pula datuk kharil senyum seringai  penuh sandiwara.

  berdiri kau, lelaki miskin. ! “  yadunandana menatapya denagan mata yang nanar penuh kekecewaan. Dia benar-benar tidak percaya, selama 12 tahun telah mengenal datuk kharil yang selalu menampakan perangai yang baik itu, nyatanya hanya sekedar basa-basi layakanya tuan  rumah yang berperilaku kasar  kepada pembantunya. Yadunandana adlah pekerja yang menghabiskan sisa usia mudanya. Ia sudah memikul pekerjaan dari yang seharusnya ia kerjakan. Ia masih layak menuntut ilmu, dimulai usia 6 tahun tidak layak apalagi hanya sebatas pekeja serabutan. Saat itu juga ia benar-benar di usir datuk kharil dari istana keagungannya. Dia pergi, membawa tangan hampa dan kekosongan relung jiwa.
***
           
            3 tahun, adalah waktu yang cukup lama yadunandana tidak menampakan batang hidungnya dari keramaian dunia. Lelaki yang baru mengenal luka, perih karena kecewa yang drastic menimpa dirinya , kali ini dia tidak berpikir dari sisi yang tetap berprasangka bahwa Tuhan itu benar-benar adil. Dia  masih terlihat sama walau sekedar numpang hidup di dalam tumpukan kayu yang membatu. Lelaki yang memikul masa lalunya teramat buruk. ia menuliskan dendam, bukan karena luka tapi kekecewaannya yang belum dituntaskan. Dia sama sekali tidak memiliki rasa malu walaupun berusaha numpang tinggal di rumah seorang wanita yang pernah dilukainya. Sehari-hari kerjaannya hanya menopang dagu melihat sosok wanita paruh baya itu bercengkrama dengan hutan, menjadi tukang serabutan.
“ nak, usiamu tengah cukup tua, kapan kau akan meminang seorang gadis, amak khawatir dengan kesendrianmu yang terus begini..” ibunya terus meyakinkan. Dan membujuk anak tertua di keluarganya agar segera menikah.
“ sudah lah mak, aku tak nak menikah. Bagaimana kau akan menjalankan mahligai keluarga dengan sejahtera, kalau aku terus menerus ketiban luka . dan berkali-kali pernikahan yang ku alami selalu tidak terjadi. “
Ini kisahku, perjalanan dari masa lalu beda ketika aku menyatakan cinta semasa SMA . semua wanita nyaris memburu ku. Ah entahlah hari ini apa mungkin hanya karena nama ? namaku yang mencerminkan orang rendah? Aku emang miskin, menerjangi perjalanan hidup dengan ketidak pastian. Memiliki raut muka yang tidak meyakinkan. Kau tahu amak, karena itu semua orang merendahkanku. “kau tahu yanunandana, nama adalah warisan dari amak yang melahirkanmu . selain memiliki arti yang tersirat sebuah nama merupakan doa.sedangkan wajahmu?  Wajahmu  adalah warisan dari nenek moyang yang tidak ada duanya kamu bukan orang lain ataupun mereka . Tuhan menciptakan kamu dengan satu wajah dan manusia menciptakan yang lain.
            Hiruk piruk angin desa itu membawa serpihan debu keatas arai tua. Kalau siang hari amaknya yang setia membersihkan papande sedangkan kalau malam sudah menjadi bagian tugas yanunandana. Debu menjadi cermin seseorang yang menginjak rumahnya untuk menyesali perbuatannya. Menuju orang yang dituju, meminta maaf. Lelaki muda masih hidup dengan ambang mistery. Lelaki berparas luka yang nyaris membatu di relung jiwanya kerap kali ia mengepalkan kedua tangan sebagai alas dendam. Bagaimanapun juga amaknya sudah memperingati jangan sekali-kali lelaki sejati menyimpan dendam atas desahan luka. Karena itu amak percaya bahwa hidup bukan sekedar untuk dijalani juga dipelajari. Berani menerima dan berani mengikhlaskan.
            Tibalah  malam itu menjelma dengan puncak agungnya. Gejolak malam. Langit terlihat kilat raksasa yang perlahan akan memukul tiang listrik lantas dunia mati, hancur akar kehidupan lainnya. Di dekat rumah agung itu dia perlahan menyusup pagar. Mencabik sesal pada niat awal untuk membunuh datuk kharil agung perdana. Saya nak terima sesal hujung nyawa itu, dia harus mati membayar luka-luka ku. Aku dan luka, membuncah jiwa perjaka. Aku terluka karena dia si lelaki tua. Mulutnya komat-kamit mantra pembunuhan seolah akan benar-benar  terjadi malam ini.
            Malam ini, suasana nyaris mistery yang mendarah daging. Rumah yang terlihat megah milik tuan berkasta agung seperti gardu listrik yang tersambar kilat dengan cepat. Suara yang terdengar mengaum kepusan itu memecahkan sudut-sudut jendela. Yanunandana, dia membunuh datuk kharil agung perdana. Kepiawaiannya untuk membunuh , lenyaplah seketika. Suasana penuh denting air mata meskipun incident pembunuhan itu hanya melibatkan satu orang anak manusia yang nyaris berhasil membunuh orang ternama bersama putri semata wayangnya.
            Dia berjalan menunduki pandangannya. Mungkinkah membawa perasaan bersalah atas keegoannya atau sebatas mencari simpaty mahluk_mahluk malam agar Tuhan melemparnya ke neraka. Bagaimanapun juga manusia, dalam hatinya tertanam penyesalan yang amat dalam. Kecuali dia tetap hidup dengan akar maksiat Tuhan tetap akan melemparnya kedalam neraka. Yanunandana berdiam tak peduli begitu sampai di perasingannya, amak menyambut heran penuh kegelisahan kedatangannya tanpa  meninggalkan jejak debu berlalu lalang diatas papande. Seperti debu jalanan yang beradu dengan asap yang menelan kendaraan melaju cepat.  Wanita tua itu merangkul yanunandana yang nyawanya hampir ditelan malam. Hampir saja darahnya membuncah, dia membisikan tangannya telah membunuh datuk kharil agung perdana. Amak shok, tidak habis pikir dengan laki-laki asuhannya yang kerap disangka orang hina. Dana? Seketika lututnya melempem seperti kerupuk yang tersiram ai panas. Tanpa ada tamparan abadi di pipinya, cukup rahsia terbesar ia ungkapkna. Kau tahu dana? Alasan kenapa para tamu undangan saat itu tidak menyetujui  pernkahanmu? Selain datuk kharil yang bersikeras tidak menyetujui hubunganmu, dia juga memberi isyarat agar para tamu tidak meyetuji. Karena kahar laksmi adalah saudara sedarah denganmu nak, dia adikmu namun ayahnya yang membawa menuju akselerasi hidup yang nyata. Pelukan itu perlahan terlepas, kris di tangannya mengunjam dengan lemah kea rah kakinya.  Biarkan aku mati amak, biarkan aku mati . tolong tancab kris ini amak, sebagai penawar penyesalanku,. 

to be continue
           

1 komentar:

Unknown mengatakan...

lagi tulisannya yang indah , dan story yg bagusss (y) :*